Bencana Bukan Kebetulan

Jika dirunut, sudah kesekian kalinya bencana alam menimpa negeri tercinta ini. Peristiwa alam ini bukanlah suatu kebetulan. Reaksi alam adalah refleksi dari alam kepada manusia di sekitarnya. Ketika hutan habis ditebangi, tidak ada lagi yang memberikan keteduhan pada bumi, maka panas yang diserap dari matahari "dikeluarkan" lagi dari bumi. Sehingga manusia merasakan "dipanggang" dari atas dan bawah. Begitu pula ketika hujan, mengakibatkan banjir. Manusia "direndam" sampai atap rumah.

Ketika waduk pembangkit tenaga listrik tidak beroperasi optimal, karena endapan lumpur mengurangi debit airnya maka setiap konsumen harus merasakan pemadaman bergilir. Hal yang sama juga ditunjukkan kepada mereka yang menebangi jalur hijau di sepanjang bantaran waduk.

Alam tidak bisa diajak berpolitik atau akal-akalan. Apapun alasannya, hukum alam jelas dan pasti. Alam memiliki semuanya, termasuk manusia adalah miliknya, karena berada didalamnya. Tetapi manusia tidak merasa demikian, manusialah yang mencoba mengatur alam karena merasa lebih berkuasa.

Namun, alam pun masih memiliki kebijaksanaan, tidak semena-mena. Alam selalu memberi peringatan dini melalui berbagai tanda-tandanya. Hukum alam adalah hukum keselarasan, keseimbangan. Prinsip keadilannya adalah mengurangi yang lebih dan menambahkan yang kurang. Manusia kekurangan pasir, maka gunung dengan senang hati memberikannya. Alam tidak pernah berbohong. Apa yang ditanam itulah yang dihasilkan, alam tidak pernah melakukan manipulasi hasil. Manusia menanam padai, maka padilah yang hasilnya. Manusia menanam beton, maka betonlah yang menimpanya. Namun belum pernah bumi menghasilkan buah semangka berdaun sirih. Ada lagunya tetapi tidak ada bibitnya.

Tjokorda Bagus Putra M.
Jl. Bentaka, Gang Mawar 11A,
Kuta Utara, Badung

dari surat pembaca pada harian balipost 29 oktober 2010

No comments: